Qatar Minta Israel Dihukum Larangan Tidak Boleh Tampil di Pildun. Doha, 23 September 2025 – Ketegangan geopolitik kembali merembet ke dunia sepak bola setelah Qatar secara terbuka menyerukan agar Israel dihukum dengan larangan tampil di kualifikasi Piala Dunia 2026 FIFA. Pernyataan keras ini muncul dari Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al Thani usai serangan Israel di Doha pada 9 September lalu, yang menargetkan pemimpin Hamas dan memicu kemarahan internasional. Qatar, sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 yang sukses, kini lobby habis-habisan ke UEFA untuk usir Israel dari kompetisi Eropa—langkah yang otomatis hentikan langkah timnas Israel di kualifikasi Piala Dunia, yang diorganisir UEFA. Dengan voting eksekutif UEFA dijadwalkan hari ini, 23 September, isu ini jadi sorotan utama di tengah Hari Raya Yahudi. Ini bukan seruan pertama; sejak Februari 2024, Qatar gabung 11 negara Arab seperti Palestina dan Saudi Arabia kirim surat terbuka ke FIFA minta sanksi. Di balik lapangan hijau, ini cermin konflik Gaza yang sudah bunuh lebih dari 55 ribu warga Palestina sejak Oktober 2023, dan Qatar anggap sepak bola harus ambil sikap. BERITA BASKET
Alasan Qatar Ingin Israel Dihukum: Qatar Minta Israel Dihukum Larangan Tidak Boleh Tampil di Pildun
Alasan Qatar ingin Israel dihukum banjir dari isu kemanusiaan dan preseden sanksi olahraga. Pertama, serangan Israel di Doha 9 September jadi pemicu langsung: Qatar tuduh itu pelanggaran wilayah netral, di mana Doha jadi mediator rahasia bagi tawanan Hamas-Israel. Perdana Menteri Al Thani bilang serangan itu “hinaan” dan tuntut permintaan maaf resmi, tapi Israel abaikan—malah lanjut operasi di Gaza. Ini bikin Qatar lobby UEFA sejak seminggu lalu, sebut Israel tak layak main di kompetisi Eropa selama konflik berlanjut.
Kedua, preseden Rusia: FIFA ban Rusia dari Piala Dunia 2022 setelah invasi Ukraina, dan Qatar anggap situasi Gaza mirip—okupasi dan korban sipil massal. Dalam surat terbuka Februari 2024 ke 211 federasi FIFA, Qatar dan sekutu seperti UAE sebut Israel langgar hukum internasional dengan bunuh ratusan atlet Palestina, termasuk kiper Gaza yang tewas di serangan udara. Mereka soroti klub Israel main di pemukiman Tepi Barat ilegal, hambat mobilitas pemain Palestina dari Gaza ke Tepi Barat. Ketiga, narasi moral: Qatar, sebagai tuan rumah sukses 2022, lihat sepak bola sebagai alat diplomasi. Al Thani bilang di konferensi Doha: “FIFA serius soal Ukraina, kenapa Gaza beda? Ini bukan politik, tapi hak hidup.” Lobby ini dukung petisi Avaaz dengan 1 juta tanda tangan minta FIFA ban Israel sampai patuh hukum internasional. Singkatnya, Qatar anggap sanksi ini tekanan global untuk hentikan “genosida,” bukan cuma soal bola.
Apakah UEFA Bisa Membuat Larangan Tersebut
UEFA punya wewenang buat larangan itu, tapi prosesnya rumit dan kontroversial. Sebagai konfederasi Eropa, UEFA atur kualifikasi Piala Dunia untuk 55 anggota, termasuk Israel yang gabung sejak 1994 setelah diusir AFC karena politik. Jika eksekutif UEFA—22 anggota—setuju suspend Israel, timnas mereka otomatis keluar dari grup kualifikasi (sekarang grup I bareng Italia, Swiss, dll.), dan ganti tuan rumah laga seperti lawan Italia Oktober di Hongaria netral. UEFA pernah lakukan ini: ban Rusia 2022 karena Ukraina, hentikan partisipasi penuh.
Tapi tantangan besar: UEFA tolak banding Palestina 2015 soal pemukiman, dan Presiden Aleksander Čeferin bilang Agustus lalu, “Situasi Israel-Gaza beda dari Rusia—ini konflik kompleks, bukan invasi langsung.” Voting hari ini bisa gagal karena lobi Israel ke anggota seperti Jerman dan Inggris, yang sebut isu ini “non-sporting.” FIFA, atasan UEFA, juga tunda keputusan: panel review keluhan Palestina telat sejak Mei 2024, dan Kongres Bangkok tolak vote ban. Jika UEFA setuju, FIFA harus ratify untuk Piala Dunia, tapi dengan tuan rumah AS-Meksiko-Kanada, tekanan politik dari Washington bisa blokir. Analis bilang peluang 40%: Qatar punya dukung Arab, tapi Eropa ragu campur politik. Intinya, UEFA bisa, tapi butuh mayoritas dan nyali lebih dari Rusia case.
Bagaimana Tanggapan Israel Atas Qatar
Israel tanggapi seruan Qatar dengan nada tegas dan tuduhan hipokrit. Federasi Sepak Bola Israel (IFA) sebut lobby itu “sinis dan memalukan,” bilang Qatar manfaatkan sepak bola untuk propaganda anti-Israel. Dalam pernyataan X pasca-serangan Doha, IFA bilang: “Qatar lindungi teroris Hamas, sekarang minta ban kami? Ini bukan olahraga, tapi politik kotor.” Pemerintah Israel, via Menteri Olahraga Miki Zohar, sebut Qatar “sponsor teror” karena beri suaka pemimpin Hamas, dan tuntut FIFA abaikan—soroti sukses Piala Dunia 2022 Qatar yang abaikan hak pekerja migran.
Di balik layar, Israel lobby anggota UEFA: kirim surat ke Čeferin minta hapus isu dari agenda hari ini, dan dapat dukung dari Federasi Italia yang bilang boikot berisiko kekalahan 3-0 forfeit. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tak komentar langsung, tapi juru bicara bilang: “Kami bela diri dari teror, bukan agresor—sepak bola harus netral.” Fans Israel protes di laga kualifikasi lawan Italia, bawa spanduk “No Politics in Football.” Tanggapan ini perkuat narasi Israel: seruan ban bagian dari BDS (Boycott, Divestment, Sanctions) yang mereka anggap antisemit. Meski tegang, Israel lanjut laga netral, tapi lobby Qatar bikin hubungan Doha-Tel Aviv retak lebih dalam.
Kesimpulan: Qatar Minta Israel Dihukum Larangan Tidak Boleh Tampil di Pildun
Seruan Qatar untuk hukum Israel dengan ban Piala Dunia jadi babak baru konflik yang campur aduk olahraga dan politik. Dari serangan Doha hingga preseden Rusia, alasan Qatar kuat secara moral, tapi UEFA ragu jalankan karena kompleksitas. Tanggapan Israel yang defensif tunjukkan jurang lebar, dan voting hari ini bisa jadi titik balik—atau deadlock lagi. Di akhir, sepak bola tak bisa cuek konflik global; sanksi bisa tekan damai, tapi risiko polarisasi lebih besar. FIFA dan UEFA harus pilih: netral palsu atau aksi nyata. Bagi fans, ini pengingat bola lebih dari gol—ia cermin dunia.